ingatlah di dunia ini tidak ada yang kekal karena semua akan binasa oleh Nya

PERMASALAHAN REPRODUKSI REMAJA DAN ALTERNATIF JALAN KELUARNYA

Dengan kemajuan pembangunan, masalah kependudukan di Indonesia sekarang tidak lagi sepenuhnya terpusat pada jumlah penduduk melainkan pada kualitas penduduknya. Remaja merupakan aset bangsa untuk terciptanya generasi mendatang yang baik. Perubahan alamiah dalam diri remaja sering berdampak pada permasalahan remaja yang cukup serius. Tulisan ini khusus membahas tentang masalah perilaku reproduksi remaja dan pemikiran untuk mencari jalan keluarnya.
Perubahan di masa remaja
Membahas masalah perilaku reproduksi remaja tidak dapat dilepaskan dari pertumbuhan dan perkembangan yang sedang terjadi pada diri mereka. Terdapat tiga area perubahan vital yang terjadi pada masa remaja, yaitu perubahan dalam pertumbuhan fisik menyangkut pertumbuhan dan kematangan organ reproduksi, perubahan bersosialisasi dan perubahan kematangan kepribadian.
Perubahan Fisiologis
Perkembangbiakan atau reproduksi pada mamalia ditandai oleh beberapa tahapan spesifik, dimulai dengan tahap immaturitas atau masa bayi dan anak-anak, tahap pubertas yaitu masa sekolah dan pra-remaja, tahap maturitas atau masa remaja, dewasa muda dan dewasa tahap menopause atau masa baya, tahap ketuaan dan berakhir dengan kematian.
Pada wanita, mulai berfungsi system reproduksi ditandai dengan datangnya haid pertama yang lazim disebut “menarche” umumnya terjadi di usia 10-14 tahun. Tanda pertama kepriaan adalah terjadinya ereksi, orgasmus dan eyakulasi. Fungsi reproduksi pria dapat bertahan sampai tua (70 bahkan 80 tahun) namun hanya sampai usia 45-50 tahun pada wanita.
Perineum adalah daerah pada tulang kemaluan dengan anus. Pada perineum terdapat terdapat organ genitalia eksternal wanita, terdiri dari: mons veneris, clitoris, labia mayora, labia minoravestibula, dan clitoris. Organ reproduksi wanita yang terletak di dalam panggul adalah rahim atau uterus, vagina, saluran fallopi dan ovarium (indung sel telur)
Pada pria, organ genitalia eksternal terdiri dari penis, dan scrotum. Organ reproduksi pria yang terletak di dalam panggul adalah vas deferens, vasikula seminalis, dan kelenjar prostate. Sementara cairan sperma dikeluarkan oleh kelenjar prostate ini, berbentuk kelenjar yang melingkari uretha tepat di bawah kandung kemih.
Organ utama dari reproduksi mamalia disebut gonad, yaitu ovarium pada wanita dan testis pada pria. Ovarium membentuk ovum (telur) yang siap dibuahi oleh hormon estrogen serta progesterone, yang diperlukan untuk mengembangkan dan memelihara sifat-sifat kewanitaan, termasuk mempersiapkan kehamilan. Testes yang terletak di dalam scrotum pria, memproduksi dan menyimpan sperma dan hormone androgen (terutama hormone testosterone) yang berfungsi mengembangkan dan memelihara sifat-sifat kepriaan.
Ciri seksual sekunder baik pada pria maupun pada wanita belum muncul sampai dengan masa pubertas yaitu pada umur 10-14 tahun. Secara fisik cirri seksual sekunder tampak nyata pada masa remaja, di mana pada pria terjadi perubahan suara, tumbuh kumis jenggot tumbuh dan bentuknya rambut pubis timbulnya jakun dan semakin melebarnya bentuk otot-otot bahu dan dada. Pada wanita tumbuh dan terbentuknya rambut pubis, bulu ketiak dan pembesaran payudara.
Pertumbuhan system reproduksi pada pria terjadi lima tahap yaitu tahap infatil, tahapan pembesaran scrotum, penyempurnaan bentuk serta perubahan warna scrotum dan diakhiri dengan tahapan pematangan. Tahap kedua pada umumnya tercapai pada umur 12 tahun sedang tahap kelima tercapai sekitar 17 tahun.
Proses Sosialisasi
Manusia adalah mahluk hidup yang terikat dengan manusia sekitarnya. Perkembangan proses bersosialisasi pada masa remaja dan pemuda di tandai dengan mulai terjadinya hubungan antar jenis. Mereka yang pada tahap pubertas cenderung lebih berkawan dengan lawan jenis, pada masa ini mulai menaruh perhatian pada lawan jenis. Pengaruh hormone dan pertumbuhan bentuk fisik yang mulai memberi ciri wanita dan pria yang mulai menyebabkan para remaja mulai mengalihkan perhatiannya kepada lawan jenis.
Beberapa penelitian mengenai penelitian heteroseksual remaja kota mengungkapkan bahwa remaja kota masa kini cenderung mempunyai system nilai yang lebih longgar dalam interkasi heteroseksualnya dibandingkan dengan beberapa tahun lalu.
Perkembangan proses heteroseksual remaja merupakan bagian penting dari perkembangan hubungan gejalanya secara menurun. Proses ini merupakan hasil komples dari interaksi biologis , psikologis, dan norma sosial yang berlaku.
Perkembangan kepribadian
Pada masa remaja, labilnya emosi erat kaitannya dengan hormon dalam tubuh. Sering terjadi letusan emosi dalam bentuk amarah, sensitif, bahkan perbuatan nekad. Dennis dan Hasol menyebutnya sebagai “time of upheavel and turbulence “.
Ketidak stabilan emosi menyebabkan mereka mempunyai rasa ingin tahu dan dorongan untuk mencari tahu. Pertumbuhan kemampuan intelektualisme pada para remaja membuat mereka cenderung bersikap kritis, tersalur melalui perbuatan-perbuatan yang bersifat eksperimen dan eksploratif. Tindakan dan sikap semacam ini bila dibimbing dan diarahkan dengan baik tentu berakibat konstruktif dan berguna. Masalahnya adalah sering remaja jatuh ke dalam “peer group” atau sekelompok orang yang bukannya mengarahkan namun cenderung memanfaatkan potensi tersebut untuk perbuatan yang negatif sehingga mereka terjerumus ke dalam kegiatan-kegiatan yang tidak bermanfaat, menggangu, membahayakan bahkan destruktif.
Pengaruh-pengaruh luar dan perilaku reproduksi remaja.
Dalam GBHN tahun 1943 telah digariskan bahwa sasaran kebijaksanaan pengembangan kualitas penduduk adalah terwujudnya kualitas penduduk sebagai sumber daya insani guna pembangunan yang berkelanjutan.
Meningkat dan makin eratnya hubungan antar bangsa di dunia ini merupakan salah satu faktor positif dari globalisasi, dan turut mendorong pembangunan bangsa. Salah satu dampak nyata pembangunan di Indonesia adalah meningkatnya status gizi dan makin meratanya pelayanan kesehatan di Indonesia. Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa terdapat korelasi positif antara peningkatan status gizi dengan membaiknya pertumbuhan dan kematangan fungsi sistem reproduksi manusia. Dengan gizi yang lebih baik, menarche terjadi pada usia yang lebih muda dan menopause terjadi pada usia yang lebih tua. Di masa reproduksi seseorang akan menjadi lebih panjang. Hormon seksual juga bekerja lebih lama dan proses penuaanpun diperlambat. Dalam 10 tahun ini usia wanita dan pria di Indonesia meningkat jauh dibandingkan dengan beberapa tahun sebelumnya.
Akibat lain adalah terjadinya suatu transisi demografi menimbulkan perubahan/ memberikan gambaran khas dalam struktur penduduk di mana transisi sementara adalah adanya kelompok usia remaja/pemuda dalam persentase besar dan diikuti dengan perubahan penuaan penduduk yang menetap. Menurut Proyeksi Penduduk Indonesia 10) jumlah penduduk di bawah usia 15 tahun akan mengalami penurunan sekitar 2 % selama 5 tahun (1 993 – 1 998) ini, atau sekitar 0,4 % setahunnya. Sebaliknya, jumlah penduduk usia produktif, yaitu penduduk usia 15 – 60 tahun justru mengalami kenaikan sebesar 12,6 % selama 5 tahun ini atau sekitar 2,5 % setahunnya.
Penundaan usia kawin di kalangan remaja dan pemudi merupakan salah satu perubahan yang signifikan di Asia dalam abad ke 20 ini., Di Korea misalnya, pada tahun 1930, hanya 1 dari 3 wanita usia 1 5 – 1 9 tahun belum menikah, namun di tahun 1980, ketiganya belum menikah. Data menunjukkan bahwa perubahan usia kawin ini lebih menonjol terjadi pada kaum wanita. Di Bangladesh dan Thailand, perubahan rasio pria dan wanita remaja yang belum menikah menurun drastis sebagai berikut: untuk Bangladesh, rasio 12,7 di tahun 1950 menjadi 2,17 di tahun 1990. Di Thailand, rasio 1,81 di tahun 1950 menjadi 1.16 di tahun 1990.
Remaja dan pemuda belum menikah menjadi katagori sosial yang sangat penting. Penundaan usia kawin diasumsikan akan berakibat pada penundaan kehamilan, yang merupakan potensi untuk mengurangi laju pertumbuhan penduduk. Seorang pakar kebidanan menyatakan bahwa walaupun ibu dalam kondisi sehat. 3 % dari ibu-ibu yang baru pertama kali hamil pada usia di atas 35 tahun melahirkan bayi dengan kelainan yang disebut ” Down Syndrome” yaitu kelainan yang ditandai dengan rendahnya kecerdasan anak dan adanya pertumbuhan gangguan fisik.
Dalam dua decade terakhir ini, muncul penyakit yang paling ditakuti yaitu AIDS sejalan dengan makin dekatnya hubungan antar Negara dan makin berkembangnya sengit pariwisata AIDS merambah terus keberbagai negara. Selain ancaman AIDS dengan aktifnya perilaku seksual remaja, merekapun tidak luput dari resiko penyakit-penyakit yang ditularkan memalui hubungan seksual seperti gonnorhoea, syphilis, veruca vaginalis, dan sebagainya.
Menarik sekali untuk diketahui justru dengan adanya AIDS, persentase remaja Amerika Serikat yang melakukan hubungan seksual pranikah mengalami penurunan, dari 54% pada tahun 1990 menjadi 33% pada tahun 1993. Survei ini juga memperlihatkan 92% remaja AS mengaku waspada terhadap virus AIDS, serta 80% dari yang pernah melakukan hubungan seksual pranikah mengaku selalu memakai kondom.
Media masa dan media cetak seringkali memegang peranan yang tidak kecil dalam hal khayalan seksual remaja dengan perlu meyadari bahwa informasi selain memperluas wawasan dan pengetahuan juga membawa nilai-nilai dari Negara asal informasi tersebut. Adanya kecenderungan pada daya tarik fisik dan seksual dalam berbagai media periklanan, membuat remaja makin sulit mengontrol dorongan seksualnya.
Kehamilan pranikah di usia muda merupakan salah satu dampak negatif dari globalisasi di mana pergaulan bebas, longgarnya norma-norma sosial serta derasnya arus informasi menjadi beberapa faktor penyebab.
Kehamilan merupakan salah satu trauma psikis, terutama bila dialami pertama kali oleh wanita yang masih belum stabil. Implikasi kehamilan muda usia dapat bersifat medik dan sosial. Beberapa penelitian secara signifikan menyatakan bahwa Berat Badan Lahir Rendah dan kematian perinatal cenderung lebih banyak dialami oleh bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu usia muda.
Implikasi sosial yang sering terjadi adalah menarik diri dari sekolah, bahkan menarik diri dari lingkungan keluarga, dengan cara pindah-pindah ke kota lain yang justru menghadapkanya pada permasalahan baru.
Untuk konteks Indonesia, besar dan dampak perubahan-perubahan akibat globalisasi kiranya perlu dibedakan menurut ukuran pedesaan dan perkotaan, terlebih-lebih dalam kaitannya membina keluarga. Seleksi pengaruh terasa lebih besar di keluarga-keluarga pedesaan, yang memang terjadi karena terbatasnya sentuhan langsung moderanisasi dibandingkan dengan di kota.
Namun perlu difikirkan, bahwa lambat atau cepat industrialisasi akan merambah desa; dan imbas moderenisasi kota sampai kepedesaan sebab padatnya kota akan menyebabkan masyarakat kota tinggal di pedesaan.
Alternatif Jalan keluarnya.
Empowering keluarga untuk meningkatkan ketahanan non fisik menghadapi arus globalisasi dengan cara memperkuat sistem agama, nilai dan norma di dalam keluarga merupakan alternatif utama. Dalam hal ini target sasaran pertama adalah para orang tua, diberi informasi dan pengertian akan pentingnya dan sekaligus bahaya-bahaya yang mengancam kehidupan para remaja, sehingga mereka dapat turut berpartisipasi sebagai change agent, Target sasaran kedua adalah remaja, dalam peranannya sebagai anggota keluarga.
Selain keluarga, reference group lain dari para remaja adalah lingkungan kelompok sebaya (peer group) dan lingkungan sekolah. Tidak jarang, norma dan nilai sosial yang diperoleh remaja dari ketiga lingkungan tersebut berbeda, bahkan berbenturan. Salah satu cara. memperkecil benturan tersebut adalah dengan mengusahakan kebijaksaan pemukiman terpadu, di mana suatu wilayah pemukiman diusahakan homogen secara sosial ekonomi, dilengkapi dengan sarana dan fasilitas pendidikan serta rekreasi yang sekaligus dapat dimanfaatkan oleh para remaja yang bermukim di sana.
Komitmen politis dalam bentuk Landasan Hukum Pengembangan Keluarga Sejahtera Indonesia: UU 1992 no1993, hendaknya diteruskan dengan berbagai kegiatan nyata; salah satunya adalah lebih meningkatkan kerja sama pemerintah dengan masyarakat cq. lembaga-lembaga sosial dan keluarga dalam pembinaan remaja.
Dari pihak keluarga, ukuran kecintaan terhadap generasi masa depan bangsa dapat dilihat secara tidak langsung dari kecintaan orang tua terhadap generasi penerus, yaitu keinginan kuat agar generasi bangsa berikutnya lebih maju dari generasi sebelumnya. Karenanya, keluarga bertugas mempertebal iman remaja dan pemuda dengan meningkatkan pemahaman nilai-nilai agama, norma, budi pekerti dan sopan santun. Dari pihak pemerintaii diharapkan adanya kegiatan berwawasan nasional misalnya memperketat sensor arus informasi dan budaya asing, menunjang pembentukan sarana bagi pengembangan remaja dan lain-lain.
Kehamilan pra nikah pada para remaja, terutama di kota besar, cenderung makin merupakan ancaman. Kondisi ini merupakan resultants dari faktor-faktor biologis, psikologis dan sosial. Upaya pencegahannya perlu dilakukan secara multi dan interdisiplin dengan mempertimbangkan ketiga faktor tersebut.
Tulisan ini ingin memperkuat usul dan saran-saran yang sudah sering dibicarakan tentang pentingnya pemberian informasi reproduksi sehat kepada remaja secara bertanggung jawab yang disepakati oleh berbagai pihak (kalangan agama, pendidik, orang tua). Survei Litbangkes. Depkes menunjukkan bahwa 66,4% siswa SLTA dan Mahasiswa PT. yang diambil sebagai sampel penelitian di DKI dan Yogyakarta mengusulkan perlunya pendidikan seks secara resmi dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah. Sebanyak 42,8% responden mengatakan perlu memasukkannya sebab mereka ingin mendapat pengetahuan seks dari sumber berwenang dan bertanggung jawab. Pelaksanaanya dapat dilakukan melalui institusi formal dalam bentuk pengajaran yang sesuai dengan budaya Indonesia. Substansinya meliputi reproduksi sehat, penjelasan tentang KB, dan penyakit-penyakit yang berisiko seperti penyakit kelamin dan AIDS. Bila kesepakatan telah tercapai, penyuluhan terhadap pendidik, orang tua dan pihak lain yang terlibat menjadi kenyataan awal sebelum dilakukannya penyuluhan kepada target sasaran remaja.
Perlu diingat, bahwa di Indonesia, partisipasi remaja putri pada pendidikan formal SD ke atas, terutama di pedesaan, masih rendah. Karena itu perlu pula difikirkan cara lain, misalnya penyuluhan informal tentang reproduksi sehat khususnya bagi remaja putri putus atau tidak melanjutkan sekolah lagi.
Berikut adalah sebuah contoh tujuan yang ditetapkan untuk menangani masalah pendidikan dan penyuluhan reproduksi sehat Meningkatkan paling sedikit 85 % proporsi kelompok pra-remaja dan remaja usia 10-18 tahun yang pernah membicarakan dengan orang tua mereka tentang masalah seksualitas, termasuk nilai dan norma sosial yang berhubungan dengan seksualitas, dan pernah menerima informasi tentang seksualitas dari sumber lain di luar rumah seperti : kelompok sebaya atau peer group, dari sekolah atau dari penyuluhan agama.
Sebuah survei tentang aktivitas seksual remaja di AS menemukan bahwa dari 72 % remaja yang mengatakan pernah mendapat pendidikan seks di sekolah, 91 % mendukung pelaksanaan program tersebut.
Senantiasa mencari terobosan baru dalam upaya mengembangkan kegiatan-kegiatan yang mampu memsublimasikan gejolak seksualitas remaja ke arah perbuatan-perbuatan yang positif harus terus di cari. Kegiatan sublimasi ini di tunjukkan untuk mengimbangi dorongan seksual ilmiah yang sedang besar, sekaligus memanfaatkan seoptimal mungkin potensi internal. Sudah saatnya mencari keluarga-keluarga atau remaja yang dapat dijadikan role model untuk dijadikan contoh dan panutan.
Tidak dapat dipungkiri, wanita sering dijadikan objek yang sangat merugikan harkat wanita. Ditambah dengan masih lebih kecilnya kesempatan menikmati pendidikan dibandingkan pria, menyebabkan wanita berada dalam posisi yang sulit dan lemah. Aspek gender masih penting pada penanganan reproduksi masalah remaja.
Diatas telah diuraikan bahwa masalah remaja tidak luput dari gangguan organic dan gangguan psikologis, terutama yang berhubungan dengan pertumbuhan dan kematangan fungsi reproduksi, proses bersosialisasi serta pengembangan dan kematangan kepribadian. Karena itu perlu adanya sarana pelayanan kesehatan khusus remaja yang menagani masalah organic dan psikologi reproduksi, pengaturan gizi remaja agar mencapai tumbuh kembang reproduksi yang optimal dan sarana konseling di mana remaja bebas mengemukakan keluhan dan gangguan kesehatan/psikis yang dialami.
Kondisi yang berperan dalam intervensi
Di dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan intervensi perlu diingat beberapa kondisi di bawah ini:
Karena kompleksnya permasalahan, hampir selalu remaja diperlakukan sebagai target sasaran tahu objek. Padahal remaja mempunyai banyak potensi yang berguna yang dapat diikutsertakan dalam pembangunan. Dilihat dalam kodratnyapun setiap remaja memiliki kemampuan untuk bereproduksi, sehingga dengan demikian juga mempunyai tanggung jawab untuk menghasilkan generasi penerus yang bekualitas. Sebaiknya, bila remaja dianggap sebagai subjek ia akan terlihat penuh dalam turut memikul tanggung jawab pembangunan, sehat dan produktif , memiliki iman, ilmu dan kepribadian, berprestasi dan mempunyai harga diri.
Konteks perbedaan suasana pedesaan dan perkotaan sampai saat ini memang masih “valid” untuk dipakai sebagai salah satu factor di dalam membina reproduksi sehat remaja. Imbalan dan pengaruh yang dating dari luar mungkin sama, Tetapi kadar penerimaan atau penolakan terhadap pengaruh tersebut berbeda dipedesaan dan perkotaan.
Intervensi akan lebih berhasil bila dilakukan melalui upaya menghilangkan atau memperkecil factor penyebab. Sebaliknya bila interfensi yang hanya dilakukan secara dangkal dengan target menghilangkan atau memperkecil gejala yang timbul, cenderung untuk memberi hasil sementara dan tidak memuaskan.
PENUTUP
Keluarga merupakan suatu institusi informal yang sifatnya “life-long learning center”. la mempunyai fungsi dan peranan yang sangat penting dalam membangun landasan moral bangsa. Kekukuhan institusi keluarga merupakan salah satu persyaratan utama untuk menghasilkan generasi penerus yang berkualitas.
Aristoteles mengakui pentingnya keluarga sebagai mediator yang efektif untuk mengantar manusia ke gerbang kehidupan bermasyarakat yang kompleks. Menurutnya, binatang dapat “survive” dengan menggunakan nalurinya, sedangkan manusia memerlukan institusi untuk membentuk kematangan, intelektualisme dan kepribadianya.
Di negara-negara Timur, khususnya di Indonesia, reproduksi manusia masih erat kaitannya dengan norma dan tata nilai bangsa; karenanya kewaspadaan selalu diperlukan didalam menghadapi pengaruh luar yang dapat mengancam hubungan reproduksi dengan norma sosial. Sebaliknya, karena reproduksi erat hubungannya dengan tata nilai di masyarakat, menjadikan substinsi dan penyebarluasan informasi tentang reproduksi lebih sulit dikembangkan dibandingkan dengan substansi lain. Perlu kesepakatan berbagai pihak (pemuka agama-orang tua-pendidik – sosiolog tenaga medis – psikolog – perwakilan remaja) untuk menemukan substansi reproduksi yang paling tepat untuk diinformasikan secara luas kepada para remaja.
Bagaimanapun, peningkatan Meridian formal baik untuk remaja pria maupun wanita masih merupakan syarat utama yang sangat diperlukan. Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa dengan makin meningkatnya jenjang pendidikan formal seseorang, makin meningkat pula pengetahuan serta sikapnya dalam berperilaku sehat
SEO Stats powered by MyPagerank.Net